Aku hanya diam sesekali mencuri pandang ke wajah jelitamu. Kaupun diam hanya membalas tatapanku dan memberikan balasan yang misteri.

Tak terucap kata di saat aku berdiri membeku di hadapanmu. Seperti bongkahan batu es yang dingin tak mampu ungkapkan kata. Tak mampu bicara walau hanya sepatah kata.

Semua tak terucap dan engkau hanya ikuti apa yang aku lakukan. Sangat sulit untuk memulainya membuka tabir misteri sinar matamu.

Dari bola matamu terpancar seribu cahaya murni yang tak terungkap.
Ingin ku luluhkan jiwamu ingin ku runtuhkan hatimu namun tak kuasa aku hidupkan kata-kata yang telah tertidur, dan enggan bertahta.

Mungkin keanggunanmu telah menidurkan semua sajak dan laguku.
Mungkin caramu memandang telah lusuhkan puisiku.
Dan mungkin kecantikanmu telah mengunci lidah dan bibirku.
Dan semua berlalu tanpa kata dari mimpiku untuk milikimu.

Saat pun tiba tuk kita berpisah dan engkau tak tersenyum untukku.
Aku tak menyesali perpisahan ini tapi mungkin ku maki pertemuan itu.
Dan bila mungkin ada perjumpaan kembali di waktu yang lain, aku mungkin tak sangggup lagi menahan sesuatu yang terpendam.

Dan..Pinkan, maafkan aku yang hanya diam terpaku.
Tak beranjak tuk ceritakan itu kepadamu.
Entah esok atau lusa kita kan bertemu di anugerah yang lain.
Karena masih ada ruang dan waktu.
Seperti di malam dingin dengan wangi di tubuhmu.